Seputar Publik Jakarta - Monumen Nasional, Jakarta, kembali menjadi saksi bisu sejarah. Pada Hari Buruh Internasional (May Day), 1 Mei 2025, untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, presiden Republik Indonesia berdiri di atas panggung yang sama dengan para pemimpin serikat buruh. Riuh tepuk tangan bergema di tengah lautan massa berbaju merah, biru, dan putih, menandai babak baru hubungan antara buruh dan negara.
Momentum ini bukan sekadar selebrasi tahunan. May Day kali ini menyimpan aroma perubahan. Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, menyebut momen kebersamaan ini sebagai “simbol harapan baru”. Pernyataan yang terdengar sederhana, tapi punya daya ledak politik yang besar.
"Banyak yang bertanya, bagaimana mungkin buruh bisa bersama Istana," ujar Jumhur dari atas panggung. Jawabannya, menurut dia, karena Istana hari ini adalah Istana yang ingin membebaskan kaum miskin dan memulihkan martabat kaum buruh.
Ada yang berbeda dalam perayaan May Day 2025. Bukan hanya karena semarak panggung hiburan dan barisan spanduk penuh tuntutan, tetapi karena atmosfer kebijakan terasa bergeser. Presiden Prabowo Subianto tak hanya hadir, ia juga bicara langsung di hadapan buruh—dengan nada yang tegas namun bersahabat.
Komentar